Kesenian Tradisonal Dongkrek Yang Perlu Di Dongkrak

Kesenian Dongkrek Original Photo By Pesona Desa Kare
Seni dongkrek diperkirakan lahir sekitar tahun 1867 di Kecamatan Caruban yang saat ini namanya berganti menjadi Kecamatan Mejayan, kabupaten Madiun. Kesenian tersebut  lahir di masa kepemimpinan Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro yang menjadi Demang pada saat itu.Demang adalah jabatan setingkat kepala Desa yang membawahi Lima Desa.

Kesenian dongkrek pernah mengalami masa kejayaan antara 1867 - 1902. Setelah itu, perkembangannya mengalami pasang surut seiring pergantian kondisi politik di Indonesia. Pada awal perkembangannya, Seni Dongkrek hidup dan berkembang dengan begitu pesat dan menjadi Kesenian Rakyat paling populer di masa itu, namun masa kejayaannya tidaklah berlangsung lama, berangsur tapi pasti Dongkrek surut dan tak lagi diminati, sebab kemundurannya pun tidak jelas, mungkin karena sifatnya yang statis yang menimbulkan kejenuhan peminatnya seiring  masuknya beberapa kesenian lain terutama dari Jawa Tengah.

Dengan masuknya kesenian dari luar daerah Madiun menjadikan Dongkrek kian tergusur. Pada tahun 1996 Pemerintah Kabupaten Madiun pernah melaksanakan Festival Dongkrek di tingkat Kabupaten dan baru tahun 2002 Dongkrek mengikuti festival-festival ke luar Madiun, termasuk ke Festival Cak Durasim, Surabaya. Bahkan sampai tampil di Istana Negara. Saat ini Dongkrek menjadi salah satu kesenian asli dari Madiun.Saat ini kesenian Dongkrek mulai di kembangkan di sekolah sekolah di Kabupaten Madiun sebagai upaya pelestarian seni budaya tersebut.

Adapun cerita yang dikisahkan dalam kesenian Dongkrek adalah sebagai berikut.Alkisah rakyat desa Mejayan terkena wabah penyakit, ketika siang sakit sore hari meninggal dunia atau pagi sakit malam hari meninggal dunia, dalam kesedihannya, Raden Prawirodipuro sebagai pemimpin rakyat Mejayan mencoba merenungkan metode atau solusi penyelesaian atas wabah penyakit yang menimpa rakyatnya. Renungan, meditasi dan bertapa di wilayah gunung kidul Caruban. Dalam perenunganya Raden Prawirodipuro mendapatkan wangsit untuk membuat semacam tarian atau kesenian yang bisa mengusir balak tersebut.

Dalam cerita tersebut, wangsit menggambarkan para punggawa kerajaan roh halus atau pasukan gendruwo menyerang penduduk Caruban dapat diusir dengan menggiring mereka keluar dari wilayah Caruban. Maka dibuatlah semacam kesenian yang melukiskan fragmentasi pengusiran roh halus yang membawa pagebluk tersebut.

Komposisi para pemain Donkrek  terdiri dari barisan buto kolo, orang tua sakti dan kedua perempuan tua separuh baya. Para perempuan yang disimbolkan posisi lemah sedang dikepung oleh para pasukan buto kala dan ingin mematikan perempuan tersebut, maka muncullah sesosok lelaki tua dengan tongkatnya mengusir para barisan roh halus tersebut untuk menjauh dari para perempuan tersebut.

Selanjutnya, melalui peperangan yang cukup sengit, pertarungan antar rombongan buto kolo dengan orang tua sakti, dan dimenangkan oleh orang tua tersebut. Pada episode selanjutnya, orang tua tersebut dapat menyelamatkan kedua perempuan dari ancaman para buto kolo tersebut dan rombongan buto kolo itu mengikuti dan patuh terhadap kehendak orang tua sakti tersebut, kemudian orang tua yang didampingi dua perempuan itu menggiring pasukan buto kolo keluar dari desa mejayan sehingga sirnalah pagebluk yang menyerang rakyat desa Mejayan  Kemudian  tradisi tersebut menjadi ciri kebudayaan masyarakat caruban, dengan sebutan Dongkrek.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages